Jumat, 05 Agustus 2011

Hidup Bukan Sekadar Menarik dan Menghembuskan Nafas

Ramadhan terambil dari akar kata yang berarti “membakar” atau “mengasah”. Ia dinamai demikian karena pada bulan ini dosa-dosa manusia pupus, habis terbakar, akibat kesadaran dan amal salehnya. Atau disebut demikian karena bulan tersebut dijadikan sebagai waktu untuk mengasah dan mengasuh jiwa manusia. Bulan Ramadhan juga diibaratkan sebagai tanah subur yang siap ditaburi benih-benih kebajikan. Semua orang dipersilakan untuk menabur, kemudian pada waktunya menuai hasil sesuai dengan benih yang ditanamnya. Bagi yang lalai, tanah garapannya hanya akan ditumbuhi rerumputan yang tidak berguna.

Berpuasa selama bulan Ramadhan adalah usaha manusia – sekuat kemampuannya – untuk mencontoh Tuhan dalam sifat-sifat-Nya. Bukankah Tuhan “tidak makan, bahkan memberi makan”? Tidak pula minum dan “tidak beranak atau diperanakkan”? Manusia yang berpuasa berusaha mencontoh Tuhan – dari segi hukum puasa – dalam ketiga hal tersebut. Karena ketiganya merupakan kebutuhan primer manusia, yang bila mampu mengendalikannya maka kebutuhan-kebutuhan lainnya akan mudah pula dikendalikan. Namun, dari segi hikmah dan tujuan puasa, ia seharusnya mencontoh Tuhan dalam keseluruhan sifat-sifat-Nya.

Kalau demikian itu hakikat puasa, maka benih-benih yang harus ditabur adalah benih-benih yang mengantarkan kepada “bersikap dan bersifat dengan sikap dan sifat Allah SWT”, sehingga hal tersebut dapat menghiasi diri, mewarnai tingkah laku serta mempengaruhi cara berpikir seseorang. Tuhan Maha Berpengetahuan, Mahakaya, Maha Pengasih terhadap makhluk-makhluk-Nya, Mahadamai, dan sebagainya.

Perlu dicatat bahwa yang dimaksud dengan “hidup” bukan sekadar menarik dan menghembuskan nafas. Tetapi, “hidup” adalah yang sejalan dengan Hidup Tuhan serta sesuai dengan kemampuan manusia, yakni hidup dan berkesinambungan yang melampaui batas-batas generasi, umat, dan bangsa. Hal ini hanya akan dicapai melalui kerja keras tanpa henti. Bukankah Tuhan “setiap saat dalam kesibukan” (QS 55: 29)?

Dia hanya dapat dicapai dengan berkreasi; bukankah Tuhan Khalaq (Maha Berkreasi)? Karya-karya besar Rasulullah saw. justru terjadi pada bulan Ramadan, misalnya, kemenangan dalam Perang Badar (2 H / 624 M), keberhasilan menguasai kota Makkah (8 H / 630 M), dan sebagainya. Demikian juga umat Islam sepeninggal beliau, misalnya kemenangan di Spanyol terjadi pada bulan Ramadhan (91 H / 710 M), kemenangan menghadapi Perang Salib (584 H / 1188 M), kemenangan melawan Tartar (658 H / 1168 M), dan banyak lagi, sampai pun Proklamasi kemerdekaan Indonesia yang tercapai pada bulan Ramadhan.

Jika demikian, tidak ada alasan untuk mengendurkan semangat kerja selama bulan Ramadhan.[]

Lentera Hati: M. Quraish Shihab

.........TERKAIT.........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...