Minggu, 25 September 2011

RAHMAT BAGI SELURUH ALAM

Pada pekan kedua bulan Rabi’ Al-Awwal Tahun Gajah yang bertepatan dengan bulan April 580 M, di Makkah lahirlah seorang anak manusia dalam keadaan yatim. Nama anak inilah yang hingga kini disebut-sebut oleh ratusan juta manusia disertai dengan decakan kekaguman. Beliau adalah Muhammad saw.

Dengan budi luhur, ilmu pengetahuan, sikap kesatria, dan ketekunan, beliau menyebarluaskan rahmat dan kasih bagi seluruh alam.

Dengan rahmat tersebut, terpenuhilah hajat batin manusia menuju ketenangan, ketenteraman, dan pengakuan atas wujud, hak, bakat, dan fitrahnya sebagaimana terpenuhilah pula hajat keluarga kecil dan besar akan perlindungan, bimbingan, pengawasannya serta saling pengertian dan perdamaian.

Rahmat tersebut bukan hanya dirasakan oleh pengikut-pengikutnya, bahkan bukan hanya manusia. Sebelum Eropa mengenal Organisasi Pencipta Binatang, Muhammad saw. Telah mengajarkan: “Apabila kalian mengendarai binatang, berikanlah haknya, dan janganlah menjadi setan-setan terhadapnya.”

"Seorang wanita dimasukkan Tuhan ke neraka dikarenakan ia mengurung seekor kucing, tidak diberinya makan, dan juga tidak dilepaskan untuk mencari makan sendiri.”

Sebaliknya, pada saat yang lain beliau bersabda:

“Seorang yang bergelimang di dalam dosa diampuni Tuhan karena memberi minum seekor anjing yang kehausan.”

Sebelum dunia mengenal istilah “kelestarian lingkungan”, manusia agung ini telah menganjurkan untuk hidup bersahabat dengan alam. Tidak dikenal istilah penundukan alam dalam ajarannya, karena istilah ini dapat mengantarkan manusia kepada sikap sewenang-wenang, penumpukan tanpa batas tanpa pertimbangan pada asas kebutuhan yang diperlukan. Istilah yang digunakan oleh beliau adalah “Tuhan memudahkan alam untuk dikelola manusia “ (lihat QS 14: 32). Pengelolaan ini disertai dengan pesan untuk tidak merusaknya, bahkan mengantarkan setiap bagian dari alam ini untuk mencapai tujuan penciptaannya. Karena itu, terlarang dalam ajarannya menjual buah yang mentah, atau memetik kembang yang belum mekar. “Biarkan semua bunga mekar agar mata menikmati keindahannya dan lebah menghisap sarinya.”

Rahmat yang dibawanya bahkan menyentuh benda-benda yang tidak bernyawa. Beliau sampai-sampai memberi nama untuk benda-benda yang dimilikinya. Perisai yang dimilikinya diberi nama Dzat Al-Fudhul, pedangnya dinamai Dzulfiqar, pelananya dinamai Al-Dâj, tikarnya dinamai Al-Kuz, cerminnya dinamai Al-Midallah, gelasnya dinamai Al-Shadir, tongkatnya dinamai Al-Mamsyuk, dan lain-lain. Semuanya dinamai dengan nama-nama yang indah dan penuh arti seakan-akan benda-benda yang tak bernyawa tersebut mempunyai kepribadian yang juga membutuhkan uluran tangan, pemeliharaan, persahabatan, dan kasih sayang.

Jika ada yang bertanya, “Terasakah rahmat kasih sayang dengan segala aspeknya itu dalam kehidupan bermasyarakat umat?” Entah apa jawaban Anda, tetapi kalau kita menoleh ke Dunia Islam, rasanya menggeleng lebih tepat daripada mengangguk. Mungkin sebagian sebabnya adalah karena sikap mental saya, Anda, dan banyak di antara, yang belum benar-benar terbentuk sesuai dengan pola yang dikehendaki oleh ajaran yang dibawa oleh manusia agung ini. Atau karena ajaran-ajarannya yang kita praktikkan baru terbatas pada segi-segi ritual dan belum menyentuh segi-segi sosial dan ekonomi. Kalaupun tersentuh, belum dilaksanakan secara teratur, terorganisir, dan bersama-sama. Memang, kita sangat pandai memohon rahmat (kepada Tuhan dan sesama manusia), tetapi kita belum mampu meraihnya, apalagi membaginya.

Lentera Hati: M. Quraish Shihab

.........TERKAIT.........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...