Senin, 29 September 2014

Selera Rendah

Seorang penulis yang membeli sejumlah kertas yang belum bertuliskan mengeluh menyangkut mahalnya harga kertas, "Mengapa harga kertas yang belum bertuliskan ini lebih mahal dari harga kertas yang telah ditulisi, bukankah 'tulisan' mempunyai nilai tambah, sehingga ia seharusnya lebih mahal?"

"Tidak! Kertas putih itu belum dicemari oleh tulisan. Kertas yang telah ditulisi, seperti halnya penyakit kotor, harganya murah," demikian jawaban si penjual.

"Mengapa tidak Anda ibaratkan kertas yang belum ditulisi dengan gelas kosong dan yang telah ditulisi ibarat gelas yang berisi minuman segar, menghilangkan dahaga, bahkan tak habis-habisnya diminum?"

"Kalaulah sisi pertama dari perumpamaan Anda itu benar, sisi lainnya tidak demikian. Isi gelas itu bukan air segar tetapi air laut yang menambah dahaga, bahkan mungkin pula racun yang mematikan," tangkis penjual.

Dialog di atas menggambarkan aneka ragam tulisan dan gambar. Benar bahwa ada kertas bertulisan memiliki nilai tambah, tetapi tidak kurang juga yang tidak memiliki nilai, bahkan nilai minus.

Apa yang ditulis atau disampaikan seseorang tidak terlepas dari yang menyenangkan si penulis atau si penyampainya, yang menyenangkan pembaca atau pendengarnya, dan ada juga yang tidak ini dan tidak itu semata-mata, tetapi mempertimbangkan kepentingan dan kemaslahatan. Perhatikanlah, misalnya, media massa atau uraian seorang mubaligh. Kalau pertimbangannya adalah kesenangan pembaca atau pendengar semata-mata, maka manfaat tidak akan diraih, bahkan malapetaka akan terjadi jika sasaran yang dituju memiliki selera yang rendah. Persoalan akan semakin berbahaya bila popularitas dan keuntungan material menjadi tujuan.

Semua orang tahu bahwa sebagian ekonom tidak mempertimbangkan nilai moral atau agama. Agama bukannya tidak setuju dengan bacaan ringan yang mengundang kantuk atau tawa. Agama juga tidak melarang orang bergurau. Tidak sedikit gurauan-gurauan Nabi yang diabadikan dalam sejarah. Agama juga bukannya tidak membenarkan pendidikan seks, selama ia tidak mengundang tepuk tangan atau membangkitkan selera rendah.

Rayuan dan situasi kehangatan bercinta dilukiskan oleh Al-Quran demikian: Dan wanita yang Yusuf tinggal di rumahnya, merayu Yusuf agar menyerahkan dirinya. Ditutupnya pintu amat rapat, sambil berkata: Ayo...marilah" (QS 12: 23). ...Sesungguhnya Wanita itu telah bermaksud melakukannya dan Yusuf pun demikian. Kalau saja tidak dilihatnya bukti dari Tuhannya (QS 12: 24).

Bahkan agama juga berbicara tentang puncak hubungan badaniah antara suami-istri, tetapi disampaikannya dengan bahasa yang sopan, yang rikuh jika orang yang terhormat memperdengarkannya kepada anak-anak. "Masuknya pedang ke sarungnya," sabda Nabi, atau "Ketika suaminya menutupinya...istrinya pun mengandung dengan kandungan yang ringan," inilah kiasan Al-Quran menyangkut pertemuan sperma dan ovum (lihat QS 7: 189).

Ada benarnya penjual kertas di atas. Memang seringkali jiwa tersayat-sayat dan wajah tersipu-sipu di hadapan anak, ketika mata kebetulan membaca atau melihat tulisan maupun gambar berselera rendah.

Entah ke mana mereka akan membawa kita? Apakah kepada Tuhan saja kita dapat mengadu? Wallahu a'lam.[]

M. Quraish ShihabLentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, halaman 292-294

.........TERKAIT.........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...