Sejak menjabat wali kota, Herry mulai meninggalkan hobinya bermain golf. Bila sesekali terpaksa harus bermain, itu hanya disebabkan ada kalangan yang mengundangnya. Begitu juga dengan kegemarannya bermain gokar. Olahraga adu cepat mobil single sitter ini sebenarnya merupakan hobi masa mudanya yang tidak terlaksana. Di masa muda Herry memang dikenal sebagai orang yang gemar olahraga balap. Dia juga pernah mengikuti lomba di Ancol.
Dunia balap menjadi ketertarikan tersendiri bagi Herry. Karena itu, sampai sekarang di tengah-tengah kesibukannya dia masih terus mengikuti perkembangan ajang balap Formula 1 (F1) maupun MotoGP melalui televisi. “Untuk menonton langsung pertandingan F1 maupun MotoGP saya belum pernah, tapi mungkin nanti setelah tidak menjadi wali kota akan saya puaskan,” katanya sembari tertawa.
Kesederhanaan yang dia tunjukkan itu merupakan sebuah konsekuensi dari tuntutan pekerjaan sebagai pemimpin. Dia tidak ingin pesan yang disampaikan pada masyarakat hanya sebatas retorika. Karena itu, dia memberikan contoh nyata. Pola kesederhanaan yang dia contohkan diakui para bawahannya. Tidak sedikit yang akhirnya meneladani cara Herry dalam memimpin masyarakat. “Selama hampir lima tahun saya mendampingi Bapak, baik dalam waktu kerja maupun di luar pekerjaan, menurut saya dia itu sebagai sosok yang dalam banyak hal bisa saya teladani,” ujar Husni, sekretaris pribadi Herry.
Menurut Husni, dalam bekerja Herry selalu total. Begitu juga dalam pemikiran dan tindakan yang dia dilakukan untuk masyarakat, selalu dilakukan dengan hati. Dalam keseharian Herry lebih santai dan tergolong egaliter. Herry juga termasuk pemimpin yang jarang sekali menggunakan fasilitas penerbangan kelas bisnis, meski disediakan oleh anggaran. Aksi ini sempat mendapat protes dari DPRD Kota Yogyakarta karena anggaran yang disediakan tidak habis terpakai.
Menariknya, di tengah-tengah kesibukan dia masih menyempatkan berkomunikasi dengan banyak orang lewat dunia maya. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari upaya melakukan komunikasi dengan masyarakat. Herry kerap berdiskusi melalui Facebook dan Twitter. Lewat situs jejaring sosial itu terkadang dia membahas sesuatu dengan teman-teman yang berbeda pendapat. Tak jarang pula mereka akhirnya memiliki persepsi yang sama di akhir dialog. “Banyak program saya yang dilakukan berkat dialog seperti memindahkan Pasar Ngasem, Taman Pintar, dan yang lain,” ungkapnya.
Menurut Herry, munculnya ketidaksamaan pendapat biasanya lebih dikarenakan kurangnya pemahaman untuk sebuah perubahan. Karena itu Herry mencoba mengawal perubahan itu dengan memberikan pengertian agar siap dengan perubahan. Tentu hal itu harus dilakukan secara dialogis. “Menggunakan kewenangan menjadi pilihan terakhir saya jika yang bersangkutan telah memiliki niat yang tidak baik,” paparnya.
Dengan segala perjuangan dan kerja keras selama ini Herry sedikitnya menggondol 30 penghargaan dalam banyak bidang. Herry sebenarnya tidak pernah punya target akan membuat apa atau bisa meraih penghargaan apa. Dia menjalankan pemerintahan mengalir saja. “Tahun 2009 lalu bisa dikatakan tahun saya meraih banyak penghargaan. Akhirnya saya bilang pada beberapa orang, cobaan apa yang sedang dijatuhkan Gusti Allah sampai banyak penghargaan yang diberikan?”
Menurut saya, pujian dan kritikan itu bobotnya sama karena sama-sama bertujuan membangun kita menjadi lebih baik lagi,” paparnya. Terkait masalah polemik RUU Keistimewaan Yogyakarta, Herry menyatakan bahwa Yogyakarta harus mampu terus menyuarakan nilai-nilai kebangsaan. Merah Putih dibangun dari kebhinekaan. NKRI itu indah jika mampu meramu pelangi itu bukan menjadi satu warna, tapi menjadi masing-masing warna dengan menonjolkan kearifan lokal agar dapat bersinar dengan saling mengisi satu sama lain.
“Makanya, dengan keadaan Yogyakarta yang banyak sekali pendatang ini, jika saya ditanya siapa saja orang Yogyakarta, selalu saya jawab orang Yogyakarta adalah orang yang mencintai Yogyakarta dan memiliki karya nyata yang positif bagi Yogyakarta,” katanya. Terkait masalah yang pernah mencuat beberapa waktu lalu itu, Herry pun menuliskan puisi sebagai ekspresi batinnya.
Puisi berjudul Jangan Lukai Merah Putih itu merupakan perasaan pribadi sebagai warga yang lahir, hidup, dan besar di Yogyakarta. “Pesan yang ingin saya sampaikan agar jangan RUUK ini menjadi sebuah perpecahan bangsa,” harapnya. Berbagai persoalan dan problematika memimpin Yogyakarta tentu saja kerap membuat Herry penat.
Untuk mengatasinya Herry kerap menonton film atau hanya sekadar berkaraoke. Untuk menyalurkan kesenangannya yang satu ini biasanya dia pergi ke ruang audio visual yang sengaja dirancang sendiri di rumah pribadinya. “Paling tidak satu minggu sekali saya pasti meluangkan waktu untuk berada di ruangan itu,” ujarnya. (ratih keswara)
.........TERKAIT.........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar